cari

Jumat, 27 Februari 2009

beRfikiR....??

Banyak dari pengamatan, kita merasa berhutang budi dalam kemajuan yang sangat mengesankan, yang menyebabkan perombakan wajah dunia dan sekitar kehidupan. Mungkin di pikiran kita, dengan berfikir dapat membantu kita dalam mengetahui segala sesuatu, tapi yang paling utama, apakah sebenarnya berfikir ? . misalnya ada sebuah kalimat seperti ini “ apakah yang sedang kamu pikirkan ? “, lalu seorang itu menjawab “ saya sedang memikirkan keluarga saya “. Disini dapat berart adanya bayangan, kenangan yang saling mengikuti dalam kesadaran seseorang itu. Dan dapat diambil kesimpulan bahwa berfikir sebenarnya adalah perkembangan idea dan konsep.

Pemikiran keilmuwan, bukanlah suatu pemikiran yang biasa, tetapi sungguh – sungguh, artinya suatu cara berfikir yang berdisiplin, dimana seseorang yang berfikir sungguh – sungguh tak’akan membiarkan ide dan konsep yang sedang dipikirkannya tanpa arah, jadi yang dipikirkannya harus mengarah pada tujuan tertentu, dimana tujuan ini adealah pengetahuan.

Seseorang mungkin berfikir, apabila objek yang ingin diketahui sudah ada, maka pemikiran pun tentu tidak dibutuhkan, yang harus dilakukannya hanyalah sekedar membuka mata atau memastikan perhatian terhadap objek itu. Tetapi apabila objek yang ingin diketahuinya belum tertentu tidak diberi, maka kelihatannya berfikir tidak akan mendekatkannya ke seseorang itu. Namun ternyata salah, ternyata berfikir memerankan peranan yang sangat membantu bahkan sangat menetukan.

Misalnya ada 2 noktah merah di muka mata saya, dan yang perlu saya lakukan hanyalah sekedar melihat noktah itu, tapi ternyata ada hal – hal lain yang perlu untuk

diselidiki. Misalnya tak ada noktah tanpa latar belakang dan warna latar belakang itu sendiri, noktah itu pun juga mempunyai panjang dan lebar tertentu. Dalam kasus ini perlu usaha yang harus dilakukan dalam berfikir untuk mendekatkan pada suatu permasalahan sampai pada suatu tahapan tertentu. Cara berfikir inilah sering dilakukan oleh para ahli falsafah yang terbesar di dunia, Aristoteles.

Tetapi dalam kegiatan keilmuwan, cara berfikir seperti ini dianggap kurang penting. Alasannya, titik berat dalam usaha untuk memahami objek belum ditentukan dengan cara berfikir di atas, tetapi yang dilakukannya dinamakan dengan penalaran bukan berfikir.

Aristoteles mengatakan hanya ada 2 kemungkinan dalam hubungan dengan objek yang ingin diketahui, yaitu apakah objek itu sudah diketahui atau belum. Jika objek telah ditetapkan, maka yang kita lakukan hanya melihat dan menggambarkannya. Tetapi, apabila objek belum ditetapkan, maka kita tak punya pilihan lain dengan cara menemukan sesuatu hal tentang objek itu, yang dapat dilakukan dengan menalar. Kita hanya mengetahui pengetahuan dengan jalan mengamati atau menalar saja.

Dewasa ini, adanya kesalahpahaman yang mengatakan bahwa kita dapat mengetahui sesuatu lewat itikad, baik itikad psitif maupun itikad negative, dan ada yang mengatakan adanya lompatan yang mungkin berguna dalam memperoleh suatu pengetahuan. Tetapi sebenarnya itu salah semua. Tidak ada hal semacam itu dalam kegiatannya mencari pengetahuan.

Penalaran juga mempunyai masalah penting, diantaranya adalah bagaimana caranya untuk menanamkan atau mengetahui sesuatu objek yang belum tertentu lewat penarikan kesimpulan. Namun satu hal yang pasti yakni, bahwa kita dapat mempelajari sesuatu dengan deduksi. Misal ada orang yang bertanya berapa hasil perkalian 23169 * 7847 ? mula – mula saya tidak tau, apabila saya tidak mengerjakan terlebih dahulu perkalian itu. Dalam mengerjakan perkalian itu, diperlukan cara untuk menjawabnya, yaitu dengan cara menalar. Akhirnya tak diragukan bahwa setiap waktu kita belajar dengan menalar.

Penalaran dapat dilakukan, apabila memenuhi 2 persyaratan: yakni pertama, harus adanya premis tertentu yang berupa pernyataan yang kebenarannya telah diketahui atau dapat diterima. Kedua, harus mempunyai cara dalam melakukan penolakan kesimpulan. Disamping itu dalam membuat penalaran, harus mengatur aturan yang dinamakan modus ponendo ponens yang artinya jika terdapat kalimat memenuhi persyaratan tertentu, kalimat yang dimulai dengan “ jika “ dan antesedennya, maka konsekuensi dapat diterima.

Terdapat dua bentuk aturan yang berbeda satu sama lain. Yang pertama adalah aturan yang pasti, artinya, bila peraturan ini diterapkan dengan baik, maka hasilnya adalah benar. Aturan yang ke dua adalah aturan yang tidak pasti, yang sayangnya para ilmuwan lebih banyak mempergunakan aturan ini dibandingkan dengan peraturan yang pasti.

Semua aturan yang benar, pasti orang menarik kesimpulan dari anteseden kepada konsekuen, yakni dari “ yang pertama maka yang ke dua”. Tetapi berbanding terbalik dengan peraturan yang tidak pasti, yakni “ yang ke dua maka oleh sebab itu yang pertama “. Tetapi ahli logika ini, menyatakan aturan yang ke dua ini salah, untuk digunakan dalam kehidupan, terutama dalam ilmu.

Induksi,umpamanya mempunyai premis seperti “ beberapa individu bertingkah laku seperti anu “. Dari kalimat ini, dapat ditarik kesimpulan, bahwa semua individu bertingkah laku seperti anu pula. Hal ini jelas merupakan sebuah penarikan kesimpulan dari yang ke dua kepada yang pertama dan ini jelaslah merupakan kesimpulan yang tidak pasti.

Jalan pikiran dalam ilmu tidaklah sesederhana. Jauh dari itu, manusia telah mengembangkan metode yang sangat teliti dalam memperkuwat kesimpulan yang tidak pasti. Akibatnya adalah bahwa teori – teori keilmuwan tidak merupakan kebenaran yang pasti. Apa yang mampu dilakukan ilmu, dan apa yang sebenarnya memang dilakukan ilmu, semuanya hanyalah bersifat kemungkinan ( peluang ).

Namun dengan adanya hakekat peluang ini semuanya tidak lantas jadi mudah begitu saja. Kita harus mengetahui apakah sebenarnya peluang itu, maka pertanyaan yang harus di jawab adalah bagaimana cara untuk memperoleh peluang ?

Semua keragu – raguan diatas nampaknyaseakan – akan suatu yang tak berdasar, bila ditinjau dari segi keberhasilan apa yang dicapai oleh ilmu. Sebagai contoh dasar: dasar apa yang kita punya untuk menganggap bahwa matahari akan terbit esok hari? Kemungkinannya kita akan menjawab hal ini memang sudah terjadi demikian, tetapi penalaran seperti ini tidaklah cukup. Dari sini, jelas bahwa kita tak dapat mengambil kesimpulan, bahwa dikemudian hari hukum itu akan tetap seragam.

Pertimbangan – pertimbangan ini,menyebabkan kita, mempunyai sikap yang lebih jelas terhadap ilmu. Sikap – sikap ini dapat diformulasikan sebagai berikut : pertama, dari segi praktis. Ilmu itu sangat berguna. Ke dua, secara teoristis.. ilmu memberikan kepada kita, sebagai tambahan terhadap uraian – uraian tentang gejala – gejala yang diamati, pernyataan – pernyataan yang bersifat peluang. Ke tiga, sikap ini diturunkan dari kaidah, orang yang berfikir harus memihak ilmu dan menentang kekuasaan manusia, apabila terjadi suatu kontradiksi, yang bertentangan. Misalnya, ilmu dengan Ideologi. Karena alasan inilah, maka semua ahli falsafah di dunia menolak Ideologi Komunis. Penolakan jenis ini adalah irrasional dan tak dapat diterima.

Ke empat, ilmu bukanlah sesuatu yang pasti, dan apabila kita menemukan sesuatu yang pasti dimana penemuan itu menentang apa yang dipertahankan ilmu, maka kita harus memihak kepada sesuatu yang pasti tersebut dan menentang teori keilmuan.

Ke lima, ilmu hanya mempunyai kemampuan dalam bidangnya sendiri. Contoh : pernyataan seorang dokter terpuji yang berkata bahwa tak mungkin terdapat kesadaran dalam membedah mayat. Ilmu si dokter tadi, sangatlah salah. Hal itu disebabkan oleh metode yang dipakainya, yang hanya terbatas kepada penelitian tubuh manusia. Jika diteliti, dokter yang baik itu tak mempunyai dasar keilmuwan atau penalaran apa pun untuk membuat pernyataan tersebut. Hal ini jelas bukanlah ilmu – ilmu alam atau ilmu bedah, melainkan falsafah murni, dan sayangnya falsafah yang salah.

Hal semacam ini sebenarnya merupakan bahaya yang sangat besar. Bagian yang luas dari daerah banyak yang belum diselidiki untuk penelitian keilmuwan, apalagi hal – hal yang berhubungan dengan manusia. Apa yang etrjadi, apabila manusia ingin mengisi jurang pengetahuan yang luas ini dengan falsafah pribadinya yang sangat kekanak – kanakan yang dia pandang sebagai ilmu?

Ilmu menikmati kekuasaan yang sedemikian besar, dan dalam lingkup ini, wakil – wakilnya pun menjadi sangat berbahaya apabila mereka mulai berfalsafah di luar kemampuan mereka.

Jadi intinya hanya falsafah yang bisa memperingatkan kita kepada kegilaan yang didasarkan pada pemikiran yang salah, yang sering mengancam kita dengan dalih kekuasaan keilmuwan. Kiranya salah satu fungsi falsafah yang terpenting adalah mempertahankan pemikiran yang benar terhadap suatu fantasi dengan omong kosong belaka.
















Tidak ada komentar:

TransLator

Kamus Indonesia-Korea

Korean Keyboard