cari

Senin, 11 Juni 2012

PERSAINGAN KETAT DALAM Dalam K-POP


Persaingan di kubu K-pop makin ketat seiring menjamurnya produk beserta agensi dan manajemen artis. Bila delapan tahun lalu hanya ada segelintir boyband/girlband yang bernaung di bawah tiga manajemen besar (SM, YG dan JYP), kini jangan ditanya lagi berapa jumlah mereka.

Akibatnya, beragam cara pun dilakukan demi mempromosikan dan memasarkan produk K-pop. Ketika strategi koreografi unik, kostum panggung warna-warni, dan refrain lagu yang mudah diingat tidak mempan lagi menarik perhatian publik, agensi manajemen artis pun dipaksa untuk mencari strategi lain yang lebih kreatif.

Cara termudah (sebagai sebuah negara dengan koneksi Internet cepat) adalah memaksimalkan media sosial seperti YouTube dan Twitter. Media sosial tampak sangat jitu dalam menciptakan “riak kehebohan”. Sebagai contoh, SM sukses memanfaatkan Facebook dan YouTube membangun rasa penasaran penggemar K-pop terhadap artis baru mereka EXO-K dan EXO-M.

Klip video kedua artis ini ditonton jutaan penonton di YouTube. Kepopuleran instan mereka bisa disaksikan langsung ketika EXO-M tampil sebagai grup pembuka Super Junior di Jakarta — penggemar Kris dan kawan-kawan sudah mulai banyak.

Cara paling menyeramkan adalah membongkar-pasang anggota, seperti yang sering dilakukan U-Kiss. Di awal debut, mereka punya enam anggota. Di tengah jalan, mereka menambah satu anggota lagi, Kiseop. Namun tak lama kemudian mereka membongkar-pasang anggota. Xander dan Kimbum keluar, diganti oleh AJ dan Hoon.

Grup lain yang merombak anggota adalah EXID, T-ara dan After School. “Jika diperlukan, kami juga akan mengganti anggota lama. Kami tidak boleh puas dengan posisi grup sekarang. Ada banyak grup yang bekerja sepuluh jam lebih sehari agar bisa berada di posisi puncak,” kata Kim Kwangsoo dari manajemen T-ara.

After School juga menambah satu anggota lagi, Ga-Eun. Kemampuan berbahasa Jepang Ga-Eun yang lancar (karena bersekolah di Jepang sejak SMP) sangat diperlukan karena grup ini mencoba menembus pasar Jepang. Format sembilan orang After School ini jelas sudah sangat gemuk jika dibanding saat debut, hanya lima orang.

Namun tidak semua strategi menemui keberhasilan. Trik media sosial justru menghambat popularitas Block B ketika mereka berkomentar mengenai bencana alam di Thailand dan membuat orang marah. Ketua anggota, Zico, bahkan sampai mencukur rambut sebagai tanda penyesalan.

Trik lain yang juga bisa gagal adalah mengharuskan para bintang K-pop berakting. Tidak semua penyanyi jago berakting seperti Park Yoochun (JYJ) atau Eric (Shinhwa). Keberadaan beberapa penyanyi yang tidak piawai berakting justru malah menjeblokkan rating.

Contohnya, drama-drama “Yunho (DBSK)” yang selalu keluar dengan angka rating yang rendah. Bahkan Yoona dari Girl’s Generation pun tidak berhasil mengangkat kepopuleran drama “Love Rain” padahal ia beradu akting dengan aktor Korea paling populer di Jepang, Jang Geun Seuk. Rating skala nasional drama ini tidak pernah melebihi angka 6 persen.

Ide menebeng kepopuleran K-pop dalam drama kini mulai berkembang. Para bintang K-pop diajak berakting dalam film atau serial di negara lain. Siwon dan Donghae diajak bermain dalam “Skip Beat”, Park Jung Min dalam “Fondant Garden”, atau Chansung dalam “Kaito Royale”. Euforia K-pop ini tetap tidak mengangkat rating.

Tim Hwang, spesialis lagu balada yang cukup populer di Korea pun, kini bersiap berkarir di Indonesia karena kini ia sibuk dalam produksi drama kerja sama Indosiar dan televisi Korea. Yang ini juga masih diperlukan waktu apakah bisa melejit.

Entah trik apa lagi yang akan dilakukan para manajemen artis untuk bisa bertahan dalam persaingan. Satu hal yang positif adalah, produk K-pop akhirnya akan lebih mudah dijangkau. Para bintang K-pop ini seharusnya lebih bisa ditemui, disentuh dan dinikmati tidak hanya lewat menonton konser dengan tiket harga selangit.

Tidak ada komentar:

TransLator

Kamus Indonesia-Korea

Korean Keyboard