cari

Senin, 11 Juni 2012

APAKAH KITA BUTUH (ISTILAH) I-POP


Pada awal bulan ini, Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Mari Elka Pangestu mengatakan, seiring penetrasi musik Korea (atau lebih dikenal dengan sebutan K-pop), sudah saatnya industri musik Indonesia untuk menciptakan I-pop.

Sekilas, ide itu tampak sangat menarik. Tapi, apakah saat ini musik Indonesia dan penggemarnya membutuhkan (istilah) I-pop?

K-pop memang menarik dan menggiurkan. Khususnya, dari sisi bisnis. Lihat saja antusiasme para penggemar setiap kali ada salah satu bintang K-pop manggung di Indonesia, misalnya. Mereka rela mengantre sejak tengah malam untuk membeli tiket masuk (yang terbilang tidak murah), menyambut di bandara (meskipun belum tentu bertemu langsung), histeris saat konser, hingga memborong pernak-pernik bergambar sang idola.

Itu baru di Indonesia, belum termasuk negara-negara lain. Para penggemar K-pop jelas merupakan pangsa pasar yang sangat potensial.

Demam K-pop pun menjalar ke seluruh dunia. Situs berita musik Billboard sampai punya tangga lagu khusus K-pop. YouTube, layanan video milik Google, punya kanal khusus berisi video musik dari para artis K-pop. Bahkan kabarnya pada bulan Mei ini Google akan menggelar konser sederet bintang K-pop di kantor pusatnya di California.

Indonesia boleh saja terinspirasi dari kejayaan K-pop, tapi rasanya kita tidak perlu sampai ikut-ikutan membuat istilah serupa jika tujuannya untuk menyaingi sekaligus membendung pengaruh K-pop terhadap keberadaan musik Indonesia.

Apalagi musik Indonesia sangat beragam jenisnya. Tidak terbatas pada musik pop saja, tapi juga berbagai jenis musik lain seperti rock, jazz, keroncong, dangdut, dan lain-lain.

Secara kualitas, sudah banyak lagu-lagu Indonesia yang layak dibanggakan. Masing-masing jenis musik Indonesia pun telah mempunyai sejumlah bintang yang terkenal hingga ke berbagai negara lain. Begitu juga dengan para penggemar dan antusiasme mereka — tidak kalah dengan para penggemar K-pop.

Sekadar menyebut beberapa nama, tengok saja antusiasme para penggemar Iwan Fals dan Slank di Tanah Air. Demikian pula dengan penggemar dari /rif, Padi, Kla Project, dan banyak nama lain.

Ketimbang harus memulai dari awal lagi untuk sebuah proyek bernama I-pop, sebenarnya ada cara lain yang cenderung lebih mudah dan bisa segera dilakukan oleh pihak terkait. Yaitu, lebih mengintensifkan kegiatan promosi. Misalnya, menghadirkan musik indonesia lewat berbagai media, terutama yang mencakup lintas negara.

Salah satunya adalah dengan mengusahakan ketersediaan menu Musik Indonesia pada layanan hiburan semasa terbang (in-flight entertainment) dalam semua rute penerbangan internasional, terutama yang mempunyai rute dari dan ke Indonesia.

Jangan lupa juga untuk memastikan semua lagu Indonesia yang tersedia dalam layanan itu benar-benar tercantum di bawah label Indonesia, bukan negara lain.

Menurut Anda bagaimana? Apakah kita butuh istilah I-pop?


Cr : Dari berbagai sumber

Tidak ada komentar:

TransLator

Kamus Indonesia-Korea

Korean Keyboard